Sbypresidenku.com – SBY Hadiri Bedah Buku tentang Peranannya dalam Demokrasi Indonesia
Bedah Kitab 'Standing Firm for Indonesia's Democracy' di Tokyo
Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menghadiri acara diskusi dan bedah kitab berjudul Standing Firm for Indonesia's Democracy: An Oral History of President Susilo Bambang Yudhoyono yang diselenggarakan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang, pada Jumat, 7 Maret 2025. Kitab ini mengupas perjalanan SBY dalam menjaga demokrasi di Indonesia selama kepemimpinannya.
Acara ini menghadirkan sejumlah akademisi dan editor yang terlibat dalam penyusunan kitab, seperti Profesor Takashi Shiraishi, Profesor Nobuhiro Aizawa, Profesor Jun Honna, dan Profesor Wahyu Prasetyawan. Profesor Shiraishi menjelaskan bahwa buku ini tak cuma mengulas kebijakan-kebijakan SBY, tetapi juga langkah berpikir dan pengambilan keputusan yang dibuatnya saat menjabat sebagai presiden.
“Saya menyantap bahwa ada baiknya juga mewawancarai Presiden SBY, ketika itu kita benar-benar berdiskusi. Dengan buku ini, mudah-mudahan kita menampilkan bagaimana sosok pribadinya, dan bisa memberi paham bagaimana dia membikin kebijakan, apa saja pikirannya. Kitab ini mempunyai banyak manfaat,” ujar Shiraishi.
Jun Honna, salah satu editor, juga menekankan bahwa buku ini memiliki nilai penting tidak hanya bagi demokrasi di Indonesia, namun juga bagi demokrasi secara mendunia. Buku ini mampu menjadi surat keterangan dalam memahami bagaimana sebuah negara mempertahankan sistem demokrasinya.
“Jadi saya yakin kitab ini sangat membantu buat mengetahui cara mempertahankan, cara memasukkan sistem demokrasi kita, dan tak cuma di Indonesia tapi juga di internasional,” kata Jun Honna.
Sementara itu, Profesor Wahyu Prasetyawan menjelaskan dalih pemilihan judul Standing Firm for Indonesia's Democracy. Menurutnya, SBY dikenal sebagai pemimpin yang konsisten dalam mempertahankan demokrasi di Indonesia, sesuatu yang lanjut terlihat sepanjang masa pemerintahannya.
“Saya ingin bicara kenapa judulnya 'Standing Firm for Indonesia's Democracy', sebagai editor, dan juga tim Pak SBY di sebelah sana juga, kita itu cukup lama ya buat menentukan judul ini. Sebab tim editor membaca teks berulang-ulang, yang paling menonjol dan stabil adalah bagaimana Pak SBY menjaga demokrasi di Indonesia,” ungkap Wahyu.
Ia juga menekankan bahwa SBY berhasil membawa demokrasi Indonesia menjadi soft power yang dihormati di internasional internasional. Sesuatu yang sangat sulit dilakukan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya.
“Refleksi kitab ini adalah bahwa Presiden SBY itu bisa membawa demokrasi sebagai soft power Indonesia di dunia internasional, yang sangat tidak mungkin bisa dilakukan oleh presiden sebelumnya, dan aku tidak yakin presiden sekarang akan menggunakan demokrasi soft power Indonesia untuk bernegosiasi di lembaga dunia,” tambahnya.
Tanggapan SBY tentang Kitab Ini
SBY menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para profesor dan editor yang telah menyusun kitab ini. Menurutnya, buku ini menguji kejujuran dan memorinya dalam mengingat setiap keputusan yang diambil ketika menjabat.
“Buku ini, waktu aku baca kembali, saya bahagia, sebab ternyata para profesor ini mengajukan pertanyaan yang berat, yang tak mudah, yang menguji kejujuran aku, yang menguji memori aku, dan menanyakan jika aku mengambil keputusan X atau menetapkan kebijakan A, yang ditanyakan why, mengapa saya mengambil keputusan itu? Inilah indahnya nalar, the story, the issue of the why, not only the what. Jika what-nya bisa dilihat dari kitab sejarah, dilihat dari sumber manapun, tapi beliau menggali aku, mengapa keputusan itu diambil? Apa pertimbangannya? Konteksnya seperti apa?” jelas SBY.
Menariknya, ide pembuatan buku ini ternyata mewujudkan asa almarhumah Ani Yudhoyono, yang semasa hidupnya mau suaminya menulis sebuah memoar. SBY mengungkapkan bahwa isi buku ini mencerminkan apa yang sebenarnya mau ia tuangkan dalam memoar yang sempat direncanakan berbarengan Ani.
“Nah di tengah keadaan itu, datanglah para profesor ini yang seperti menjawab keinginan almarhumah supaya saya menulis memoar. Kitab ini sebetulnya, kalau saya menulis memoar, is”
