Sbypresidenku.com – Kepercayaan sebagai Fondasi Korelasi Dunia
Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menegaskan bahwa kepercayaan merupakan faktor kunci dalam hubungan internasional. Dalam kuliah generik yang disampaikan di National Graduate Institute for Policy Studies (GRIPS) Tokyo, Jepang, pada hari Kamis, SBY menekankan pentingnya menjaga interaksi yang konsisten dan saling menguntungkan di lagi dinamika global yang semakin kompleks.
“Dunia waktu ini makin kompleks, tidak pasti, dan berbahaya. Keseimbangan strategis global sedang bergeser,” ujar SBY saat membawakan kuliah bertajuk The Importance of Trustworthiness: Indonesia, ASEAN, and Japan. Dalam pandangan SBY, perubahan geopolitik global membawa tantangan tersendiri bagi negara-negara, termasuk bagi kawasan Asia Tenggara yang selama ini mengedepankan stabilitas dan kerja sama.
Karena itu, ia menyoroti betapa pentingnya peran ASEAN dalam menghadapi berbagai dinamika geopolitik tanpa bergantung pada kekuatan eksternal. Hal ini berbeda dengan Eropa, yang cenderung memiliki keterikatan dengan blok-blok kekuatan akbar. SBY menegaskan bahwa ASEAN selalu mencari peluang dalam setiap perubahan yang terjadi. “Kami selalu mencari kesempatan dalam setiap perubahan,” katanya.
Lebih terus, berdasarkan survei terbaru, ASEAN cenderung melihat Jepang, Tiongkok, dan Uni Eropa sebagai teman utama dalam menghadapi tantangan mendunia. Jepang, khususnya, memiliki posisi yang unik sebagai kawan strategis ASEAN yang dipercaya, dengan berbagai kerja sama yang telah berlangsung secara konsisten selama bertahun-tahun.
—
Jepang sebagai Teman Strategis ASEAN
Dalam pidatonya, SBY menekankan bahwa Jepang mempunyai empat kelebihan primer yang membuatnya dihormati dan dipercaya oleh negara-negara ASEAN.
“Jepang mempunyai empat kelebihan primer di mata negara-negara ASEAN, yaitu kepercayaan yang tinggi, rekam jejak kerja sama yang bagus, tidak memiliki agenda tersembunyi, serta stabil dalam mendukung sentralitas ASEAN,” ujar SBY.
Kepercayaan merupakan aspek paling mendasar dalam korelasi internasional, dan Jepang berhasil membangun reputasi sebagai teman yang dapat diandalkan. Melalui kerja sama yang sudah terjalin lamban, Jepang secara stabil mendukung stabilitas dan perkembangan ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Jepang juga dipandang sebagai negara yang tak mempunyai kepentingan tersembunyi, berbeda dengan beberapa negara lain yang sering kali membawa agenda politik dalam setiap wujud kerja samanya.
Selain membahas hubungan ASEAN dan Jepang, SBY juga menyoroti posisi Indonesia dalam dinamika global, termasuk keanggotaannya dalam blok ekonomi BRICS. Ia menegaskan bahwa bergabungnya Indonesia dengan BRICS bukan tanda pergeseran kebijakan luar negeri Indonesia dari prinsip bebas aktif.
“Keanggotaan Indonesia di BRICS tidak berarti kami bergeser dari kebijakan bebas aktif. Sebaliknya, ini adalah cara buat memperkuat kehadiran Indonesia di berbagai forum internasional,” tegasnya.
Dalam konteks Indo-Pasifik, SBY menggarisbawahi pentingnya kerja sama yang inklusif dan berbasis kepercayaan, seraya menegaskan bahwa Indonesia akan terus berjuang buat kawasan yang bebas dan terbuka.
“Indonesia akan lanjut berjuang untuk Indo-Pasifik yang bebas, terbuka, inklusif, dan penuh kerja sama. Dalam upaya ini, kami mengharapkan Jepang mampu menjadi kawan primer,” kata SBY mengakhiri kuliah umumnya.
GRIPS sebagai institusi pendidikan dan penelitian terkemuka di Jepang menawarkan platform buat obrolan mengenai kebijakan publik global. Kunjungan SBY ke GRIPS menegaskan pentingnya kerja sama akademik dalam membangun pemahaman yang lebih luas mengenai tantangan mendunia dan strategi yang dapat diterapkan buat menghadapi perubahan yang bergerak.
