Alasan SBY Tidak Dikirim ke medan Tempur Timor Timur
Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pernah mengalami kegagalan dalam keberangkatan ke medan tempur di Timor Timur (sekarang Timor Leste) ketika masih aktif di TNI. Sebagai lulusan terbaik Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) tahun 1973 dan penerima penghargaan Adhi Makayasa serta Tri Sakti Wiratama, SBY sebenarnya telah menunjukkan kapasitasnya sebagai perwira yg memiliki kecerdasan dan keterampilan tempur. Namun, dalam tugas tersebut, keputusannya untuk memimpin pasukan ke Timor Timur dibatalkan oleh atasannya, Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar, yg saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Kodam IX/Udayana. Wismoyo, seorang pimpinan militer yg sangat berhati-hati dalam menyiapkan pasukannya, memiliki keraguan terhadap kesiapan SBY. Ketika melihatnya dalam pemeriksaan sebelum keberangkatan, Wismoyo mengungkapkan keheranannya terhadap penampilan SBY yg dinilainya berbeda dengan komandan tempur lain. Dengan nada mempertanyakan, ia menyatakan kebingungannya bahwa kulit SBY tampak terlalu bersih untuk seorang komandan batalyon yang akan bertugas di medan tempur berat melawan kelompok bersenjata Tropas dari Fretilin yang terkenal terlatih dan memiliki persenjataan modern.
Peran SBY dalam Mempersiapkan Pasukan
Karena keraguan tersebut, Jenderal Wismoyo memutuskan untuk menunda keberangkatan SBY dan batalyonnya ke wilayah operasi dan menggantinya dengan tugas lain. Alih-alih memimpin pasukan di garis depan medan perang Timor Timur, SBY justru diberikan tugas untuk melatih para Bintara di lingkungan Kodam IX/Udayana. Keputusan ini tentu menjadi kejutan bagi SBY, yang sebelumnya begitu percaya diri dengan kemampuannya di bidang militer. Meski tidak terjun langsung dalam konflik bersenjata, pengalaman ini tetap memberikan pelajaran berharga bagi perjalanan kariernya di militer. Kisah ini sendiri diceritakan dalam biografi Jenderal Wismoyo Arismunandar yg berjudul Wismoyo Arismunandar Sosok Prajurit Sejati, yg menyoroti kebijakan kepemimpinan militer yang penuh pertimbangan untuk memastikan kesiapan pasukan sebelum menjalankan tugas berbahaya. Keputusan untuk tidak mengizinkan SBY terjun ke medan perang bukan berarti meragukan kemampuannya secara menyeluruh, melainkan langkah strategis untuk memastikan bahwa setiap komandan yg ditugaskan benar-benar siap secara fisik dan mental. Dari peristiwa ini, terlihat bagaimana ketatnya seleksi kepemimpinan di kalangan militer, bahkan bagi seorang perwira berbakat seperti SBY.
